CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Senin, 26 Mei 2008

WEJANGAN KIAI TUNGGUL JAYA AMONG RAGA

WEJANGAN KIAI TUNGGUL JAYA AMONG RAGA


” Marilah dalam melangkah di jalan kebenaran, kita menyatukan langkah. Membuka pikiran dan pendengaran, bagi manusia-manusia yg terpanggil kejalan kebenaran. Marilah kita mengheningkan diri sejenak untuk berintrospeksi : Sudah layakkah kita dalam memutuskan untuk kembali ?Apakah yg mendorong saya untuk memilih tujuan yang sekarang ini. Kemegahan ? Cari aman ? Kebenaran murni ? Atau APA !
Apakah karena gantharwa menjanjikan apa yg saya cari ?Ataukah justru karena saya tidak tahu apa yg dicari ?
Jawaban pertama yg muncul di hati kita tadi… adalah jawaban yg paling jujur.Yang mengerti… mengertilah !Manusia sebenarnya diciptakan untuk satu tujuan. Kita diciptakan dalam satu kesatuan. Tetapi mengapa kita menempuh jalan yg berbeda-beda ?Manusia diberi satu lentera, satu terang cahaya. Mengapa masih tidak tahu jalan. Apalagi yang harus dicari? Manusia sebenarnya diberi bekal, kenapa dibuang sia-sia. Bukannya bekal2tadi dipakai untuk kembali kepada-Nya. Mengapa kita hanya bermain-maindengan bekal2 yg kita miliki? Sekarang ini adalah masa koreksi terhadap apa yg kita jalani. Karena kita akan menjalani masa-masa dimana kita harus memilih satu pilihan. Pilihan di tahun ini tak bisa ditolak, mau tak mau harus diambil. Bilapilihan yg diambil adalah pilihan yg benar, manusia itu akan menjadi anak-anak yg mendahului zaman. Tetapi bila yg diambil adalah pilihan yg salah, sesungguhnya tak akan lagi ada kesempatan seperti ini dalam waktu dekat.
Seperti wejangan Kyai Ganjel tadi tentang pengertian sikap seseorang sebagai reaktor positif, orang itu tidak menderita dalam menanggung beban (pengorbanan) karena bertindak didasari cinta. Biarkanlahbila orang-orang lain merasa kasihan dengan apa yg kita tanggung. Janganlah mengasihani diri sendiri. Menjadi manusia Jawa bukanlah menjadi manusia yg cengeng. Kita sebagai Jawa bukanlah orang yg lemah, yg menganggap selalu dikasihi. Lebih baik orang-orang lain merasa kasihan pada diri kita daripada kita yg merasa kasihan pada diri sendiri.
Karena apa yang sesungguhnya perlu dikasihani pada orang Jawa? Orang Jawa itu berkelimpahan.Berkelimpahan dalam kekuasaan dan kesederhanaan… bukan dalam kesombongan. Bukan berkelimpahan dalam kebodohan. Bukan berkelimpahandalam ketakutan.Kita diharuskan berani mengatakan bahwa kita adalah orang Jawa dengan kaweruh jawa yg sejati… dengan taruhannya nyawa kita. Peranan yg akan kita emban bukanlah dalam kelompok, melainkan masing2 kita menjadi garam di lingkungannya. Setiap pribadi musti mempunyai pengaruh di lingkungannya. Tidak ada gunanya bila sama sekali tidak mempunyai pengaruhbagi lingkungannya.Ketahuilah ketakutan itu merupakan bentuk lain dariketidakmengertian/kebodohan. Apakah gantharwa berai menerima tanggungjawab untuk menyampaikan kawruh jawa yg sejati?
Menjadi orang Jawa tidak ada yg besar atau kecil, karena semuanyasama. Karena semuanya yg berperan adalah Gusti sendiri. Kita tidak akan pernah di-BESAR-kan atau di-KECIL-kan. Yang ada adalah kelimpahan sangGusti. Ketidakmampuan kita adalah kemampuan sang Gusti. Ketidakpandaiankita adalah kepandaian sang Gusti. Bentuk penawaran yang ada adalah menjalankan kawruh jawa yg sejatiatau menerima kelimpahan di luar itu. Menjadi Jawa adalah mampu melihatapa yg telah kita lakukan dan mampu melihat apa yg harus kita lakukan…atau juga apa yg tidak boleh untuk dilakukan. Jika belum mengetahui hal itu, apakah gunanya lahir kembali? Berarti tidak ada kelahiran kembali.
Tidak ada gunanya kita begitu banyak, tetapi tidak bisa menggarami apa ygharus digarami. Karena diantara seluruh umat manusia, hanya sedikit yg ingin kembali pada sang Gusti. Dari sedikit yg ingin kembali, hanya sedikit yg mengerti. Dari sedikit yg mengerti… hanya sedikit yg sampai. Kenyataannya manusia hanya mengerti sebatas dia sebagai manusia. Seperti sang Bima dan Dewa Ruci dalam cerita permenungan tadi. Tugas kita masing-masing adalah mencari Dewa Ruci kita sendiri-sendiri. Sesudah bertemu, tanyakanlah tugas kita apa yg harus dilakukan.Sesuatu sikap di alam manusia demikian juga halnya di alam Roh.
Ketidaksopanan sebagai manusia juga berarti ketidaksopanan sebagai Roh. Ketidakmampuan mendengar di alam manusia, berarti ketidakmengertian di alam Roh. Bahkan ketidaktahu-maluan di alam manusia juga berarti ketidakmampuan menerima rahmat di alam Roh. Di dalam pengertian Jawa tidak ada neraka… tidak ada hukuman. Yang ada adalah ketololan dan kebodohan karena kita tidak mengerti. Tidak ada tempat bagi manusia Jawa yg lemah atau tidak mengerti. Seperti telur-telur di sarang induk ayam. Waktunya untuk menetas lalu berkotek-kotek sepertiinduk ayam… dan mencari makanan bersama sang induk. Kemudian nantinyamenjadi induk bagi telur dan anak-anak ayam. Tidak ada lagi seturusnya berada dalam lindungan sarang atau induk ayam.
Telur yg tidak menetas akan dibuang. Keluarga gantharwa diberi kesempatan memilih. Apakah kita benar-benar akan berada di jalan ini atau keluar? Bulan-bulan inilah saat kita paling baik untuk merenung, melihat “kedalam”. Selama ini di gantharwa kalian lebih banyak melihat “ke luar”.S ekarang cobalah untuk melihat “ke dalam”. Pakailah mata ketiga untuk bercermin, melihat pribadi kita sendiri. Pakailah suara hati untuk mendengarkan diri sendiri… mendengarkan DewaRuci kita masing-masing .Kalau sudah tahu dengan pasti kemana tujuan dan kemana harus melangkah…tentu tidak akan pernah ragu-ragu dalam mengajak orang lain mengikuti kita. Namun jika kita sendiri masih ragu, belum yakin dengan jalan kita…bagaimana kita bisa mantap mengajak orang-orang lain di jalan kita. Cobalah ukuran-ukuran yg sering kita pakai untuk mengukur orang lain, dipakai untuk mengukur diri sendiri. Pakailah ukuran-ukuran itu untuk mengukur diri kita sendiri.
Ada beberapa hal yg tidak mungkin disampaikan pada malam ini.Pengertian2 tentang kasampurnan, pengertian2 tertinggi kepada sangGusti sendiri, karena dengan pengertian2 ini…apa yang mati akan menjadi hidup,apa yang gelap menjadi terang,kawula akan bertemu dengan Gusti,bahkan kawula menjadi Gusti…dalam kemanunggalan Kawula lan Gusti.
“Ttd Kiai Tunggul Jaya Among Raga

0 komentar: