CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Sabtu, 07 Juni 2008

Amalan Tarekat Naqsybandi Haqqani

Zikir Tarekat Naqsybandi

Di antara para pembaca tulisan ini mungkin ada beberapa orang yang telah mengamalkan salah satu dari 40 tarekat sufi selain Naqsybandi. Sehingga wajar bila ada pertanyaan perihal perbedaan yang ada antara Naqsybandi dan tarekat sufi lainnya.

Pada prinsipnya seluruh tarekat sufi bermuara ke Hadirat Ilahi Rabbi. Rasulullah ? bersabda, �Jalan menuju Allah ??teramat banyak, yakni sebanyak jumlah tarikan napas manusia.� [tak hingga]. Perbedaan terletak pada metode dan sikap dalam merefleksikan kebutuhan pengakomodasian keanekaragaman para murid. Perbedaan juga bersumber dari karakter individual yang unik dari tiap orang yang mengajarkan tarekat sufi tersebut (mursyidiin)�semoga Allah ??senantiasa merahmati mereka semua.

Dalam hal pendekatan juga ada beberapa perbedaan. Yang paling fundamental adalah sebagian besar tarekat sufi mengajarkan calon pengikutnya untuk membuka mata hatinya secara bertahap melalui zikir, mengingat Allah ?. Latihan spiritual ini juga dapat dilakukan dengan menyebut secara berulang Asma Allah ??yang berlainan dan memiliki fadhilah tertentu. Bentuk lainnya adalah dengan menyebutkan beberapa �kalimah suci� dalam jumlah ribuan, bahkan kadang disertai dengan praktek pernafasan dan gerakan fisik tertentu. Sudah pasti melalui latihan yang syarat dedikasi dan ketabahan, para calon pengikut (muhiibin) akan mencapai tahap spiritual dan maqam tertentu yang belum terbayangkan sebelumnya dalam kesadaran normal. Mereka juga dapat merasakan dirinya �terbang� menuju tujuannya, yaitu Atribut Ilahiah dengan penyaksian keajaiban dari aspek kehidupan yang tersembunyi dan penuh misteri (gaib).

Jika mata kalbu telah terbuka lalu anda terpikat karena takjub dengan apa yang telah disaksikan, waspadalah! Tetapi jika Anda menggunakan Tarekat Naqsybandi, hal-hal gemerlapan itu akan diikat dan digantikan dengan selimut pelampik kesederhanaan. Perbedaan utama antara para Mursyid Naqsybandi dengan yang lain adalah, mereka memberi sedangkan kami mengambil. Segalanya harus berjalan, bahkan kehadiran Anda yang terpisah. Pada awalnya Anda akan dilucuti sampai tidak memiliki apapun dan selanjutnya menjadi tiada. Hanya mereka yang telah siap menjalani langkah seperti itulah yang layak menjadi murid Naqsybandi. Manakala setetes air surgawi menetes dari langit, mungkin itu akan tetap disebut �tetesan�, tetapi ketika jatuh ke dalam samudra, itu bukan lagi tetesan, melainkan telah menjadi bagian dari samudra.

Jika seseorang tertarik dengan maqam dan kekuatan spiritual (karamah), dia dapat mencapainya dengan mengikuti salah satu dari 40 jalan sufi, dan cara ini dirasakan cukup manjur. Melalui pengucapan Asma ul-Husna seseorang akan mendapatkan kekuatan spiritual dalam jumlah yang melimpah, sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. Namun demikian pada akhirnya seorang pencari yang tulus akan menemui penyesalan yang dalam jika dia terikat dengan obsesi maqam (posisi) dan kedudukan. Suatu hari dia akan merasakan bagaimana dia telah menjadi korban dari tindakannya sendiri, dan menyatakan, �Yaa Allah ??telah sedemikiannya aku menyia-nyiakan diri dan upaya untuk hal lain selain-Mu.�

Jika hidupnya berakhir dalam keadaan tersebut dia akan menyesal bahwa mereka telah mengalihkan dirinya dari ridha Allah ??semata. Oleh sebab itu Mursyid telah diperintahkan untuk mengosongkan para pengikutnya dari �perhiasan spiritual�, sehingga mereka akan tiba di Hadirat Ilahi Rabbi dengan format kerendahan hati (adab dan tawadhu�) yang sempurna. Lalu Guru Mursyid berdialog, �si Fulan adalah pelayanmu, Yaa Rabbi, terimalah dia. Selama ini dia tersesat dalam egonya dan saat ini hadir hanya untuk-Mu.� Inilah yang menjadi prioritas utama dan untuk menolong para pengikutnya mencapai niyyah* tersebut. Hal ini adalah tugas sang Mursyid.

* [penjelasan Imam Khwaja Muhammad Bahauddin Naqsyband ? tentang makna �niyyah�: huruf Nun merepresentasikan Nur = cahaya Allah ?, huruf Ya merepresentasikan Yad Allah = �tangan� / pertolongan Allah ?, sedangkan huruf Ha merepresentasikan Hidayyah = pencerahan]

Dapat dipahami oleh seluruh tarekat bahwa pengalaman yang aneh dan memesona hanya merupakan proses perjalanan, bukan tujuan sesungguhnya. Tujuan hakiki adalah mencapai Hadirat Ilahi dengan daya tarik Dia Yang Tercinta. Rasulullah ? adalah pembimbing dan pemberi contoh. Dalam mukjizat Perjalanan Malamnya, di mana beliau ? ditemani oleh malaikat Jibril ??berangkat dari Mekkah ke Jerusalem lalu naik ke langit ketujuh menghadap Hadirat Ilahi, Rasulullah ? menyaksikan seluruh alam semesta. Allah ? di dalam al-Quran dengan jelas menerangkan bahwa Rasulullah ? mempunyai pandangan yang �tidak berbelok maupun ragu.� (QS 53:2). Dengan kata lain, beliau ? melihat dan menyaksikannya tetapi tidak pernah membiarkan semua itu mengganggunya dari perjalanan menuju tujuan utamanya yang Maha Agung. Rasulullah ? dapat menyaksikan pemandangan tersebut tanpa terganggu sebab hatinya semata untuk Allah ?. Beliau ? adalah sebaik-baik makhluk-Nya, sebaik-baik kekasih-Nya. Namun kita, kita ini sangat rapuh dan belum memiliki niat yang kuat. Pengalaman dan kemampuan seperti itu dapat sejalan dengan keinginan ego kita, namun peleburan (fanaa) ke Zat Allah ??melalui bimbingan Murysid selanjutnya diteruskan kepada Rasulullah ? tidak akan pernah menjadi hal yang menarik bagi si ego.

Oleh sebab itu untuk memberikan �antisipasi yang maksimum�, para guru Naqsybandi memberikan pendekatan yang berbeda dalam membuka mata kalbu para muridnya. Terdapat 70.000 �penghalang� (hijab) antara kita dengan maqam Rasulullah ?. Guru-guru Naqsybandi �membuka� tabir ini dalam urutan menurun diawali dari yang �terdekat� dari Hadirat Ilahi yang selanjutnya secara berturut-turut menuju tingkatan para murid. Proses ini berlangsung secara kontinu melalui latihan (riyadhah) yang ditempuh oleh para murid sampai tertinggal �selembar� hijab lagi, yaitu hijab insani yang menahan sensitivitas murid untuk merenungkan Realitas Ilahi (Haqq). Hal tersebut dilakukan semata-mata guna melindungi murid dari daya tarik kepada selain Allah ?. Namun demikian akhirnya penghalang tersebut dilepas juga setelah murid mencapai keadaan kesempurnaan yang tertinggi (ihsan), selambat-lambatnya yaitu ketika 7 (tujuh) buangan napas terakhir menjelang kematian (sakratul maut).

Jika hijab dipindahkan dari �bawah ke atas� melalui proses riyadhah rohaniah, murid dapat menyaksikan serangkaian panorama baru (takjub). Ini bisa menghalanginya dari kemajuan. Siapapun yang mendapat maqam demikian selama hidupnya dia akan menganggap dirinya sangat kuat dan terkenal di bandingkan orang lain. Hal ini yang berbahaya. Kekuatan dan ketenaran adalah kondisi yang kondusif bagi kekuasaan dunia. Ego tidak akan melewatkan kesempatan ini untuk berbagi dalam suka dan kekaguman, dengan demikian seluruh proses dan usaha spiritual yang telah dilakukan akan tercemar. Seorang �calon sufi� semestinya mencari Allah ?, bukan ketenaran. Lihatlah sejarah wanita suci, Siti Maryam yang suatu ketika berdoa, �Aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan� (QS 19:23). Dia telah mengajarkan seluruh umat manusia untuk tidak menonjolkan diri dalam pandangan duniawi, dan tidak mencari ketenaran sesaat. Karena sebenarnya obsesi untuk menggenggam �kekuatan dan ketenaran� bahkan dapat menjadi suatu beban rohaniah yang berat (pseudo-sufisme). Sufi yang sesungguhnya lebih memilih tenggelam dalam Samudra Kesatuan dengan Allah ? (madjhuub).

Mursyid Sufi Naqsybandi berkata bahwa siapa yang menjalani rangkaian kehidupan sesuai aturan Ilahiah yang telah tersusun dan bertingkah laku sesuai dengan apa yang telah Allah ??tetapkan untuk dirinya, maka yang bersangkutan akan mencapai maqam yang tinggi yaitu posisi terdekat baginya dengan Allah ??Yang Maha Kuat dan Maha Agung di Hari Kemudian. Deskripsi ini ditujukan untuk memperbaiki sifat dari elemen dasar setiap manusia, yaitu: ego, kekuasaan dunia, hasrat yang menggebu-gebu, dan intervensi setan. Seseorang yang mengatur dirinya untuk melaksanakan ajaran dalam Tarekat Naqsybandi akan mendapatkan cahaya Mursyidnya, yang akan mengangkatnya kepada junjungan guru tertinggi, Rasulullah ? yang pada gilirannya beliau ? berkenan mengangkatnya kepada maqam Penyatuan dengan Allah ?.

Allah ??telah mengajari Rasullullah ? perilaku yang sempurna, sebagaimana Rasulullah ? bersabda, �Allah ??mengajariku perilaku (adab) yang tinggi dan menyempurnakan ajaran-Nya.� Adab terbaik adalah menjaga perintah Allah ?, dan si fulan sang pencari harus mengikuti teladan yang diberikan oleh Rasulullah ? dalam melaksanakan kewajiban kepada Allah ??dan menjalani Jalan Spiritualnya. Seseorang musti menjalankannya secara kontinu sampai mencapai ilmu Hukum Allah ? (syari�at) dan Jalan (tarekat).

Para pemula harus memulainya dari awal. Dia harus mengenal perbedaan antara Hukum Allah ??dengan Jalan. Hukum Allah ? (syari�at) adalah suatu realitas yang wajib bagi umat Islam laki-laki dan perempuan. Konkretnya, Hukum Allah ? berisi perintah dan larangan-Nya. Orang yang beriman wajib menyandarkan dirinya pada suatu pedoman agar jelas baginya mana yang harus dibuang serta mana yang harus diikuti. Al-Quran dan Sunnah Nabi ? adalah dasar bagi seluruh pedoman. Sekolah mengenai Hukum Allah ?, karya tulis murid-muridnya, dan para penerus guru yang masih hidup meneruskan dan menjelaskan pedoman tersebut. Siapa pun yang tetap menjaga bimbingan ini akan berada pada Jalan yang Lurus. Insya Allah.

Jalan (Thariq) adalah sasaran utama dari Hukum Allah. Jalan (Thariq) mustahil terletak di luar Hukum Allah ?, karena merupakan suatu tekad dan upaya untuk mengikuti sunnah Rasulullah ? selengkapnya dalam berbagai aspek; baik eksternal maupun internal, tersingkap (zhahiriah) atau tersembunyi (bathin), untuk umum atau yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu saja baik secara fisik ataupun spiritual. Untuk mengikuti Jalan ini, murid harus menyerahkan kepercayaan sepenuhnya kepada seorang Mursyid agar dapat memahami dan mengaplikasikan apa yang diberikan dalam al-Quran dan Sunnah secara benar. Murid menempatkan tangannya (loyalitas) di atas tangan seorang Guru (Mursyid) yang telah diberi otorisasi (�ijazah) dan melaksanakan petunjuk Ilahiah dan Rasul ? yang dikatakannya (bay�at). Muhiibin / Muriidin yang telah memberikan bay�at-nya tersebut patut istiqamah dalam menerima petunjuk Mursyid-nya, sebagaimana Rasulullah ? selalu menanti kehadiran malaikat Jibril ??untuk menerima wahyu Ilahi. Dengan tekad yang serupa murid mematuhi perintah Mursyid, dan juga harus memiliki kemampuan mengantisipasi, artinya dia harus secara kontinu menunggu perintah dari pembimbingnya. Dia harus memiliki intuisi seperti �pemburu terhadap mangsanya�, dengan menjadi waspada terhadap segala arah. Pengelihatan, pendengaran, kehadiran dan pikirannya harus selalu siap menerima perintah, dan harus bisa menerima dan melaksanakan beberapa perintah yang baru. Orang seperti itu akan menjadi seorang yang sesuai dengan Tarekat Naqsybandi dan manifestasinya akan terlihat jelas padanya (Ahlul Thariqah).

Murid patut menjaga zikir hariannya dan mematuhi perintah Mursyidnya tanpa berbelok ke kiri atau ke kanan. Guru Mursyid kita semua, Syaikh `Abd Allah Faiz ad-Daghestani an-Naqsybandi ? (wafat di Jabal Qasiyyun, Damaskus 4 Ramadhan 1973), berkata, �Subhanallah, lisanku adalah lisan dari rahasia Hukum Allah ??dan al-Quran�, lalu beliau mengajukan sebuah pertanyaan yang berbunyi, �Siapa yang menjadi pembawa dan pelindung al-Quran?� dan jawabnya sendiri, �Para pembawa dan pelindung al-Quran adalah para hamba-Nya yang berhasil mencapai maqam yang tinggi dan mengetahui karunia Allah ? tersebut dengan pemahaman yang benar. Dan apakah tidak benar, wahai anak-anakku, bahwa saya harus menunjukkan pada kalian bila kalian harus mengikuti jejak ini agar kalian juga dapat menemukan maqamah tadi.�

Syaikh `Abd Allah Faiz ad-Daghestani ? melanjutkan, �Siapapun yang menerima kunci untuk lima posisi maqam dalam dirinya, yaitu: hati (qalbu), rahasia (sirr), rahasia dari rahasia (sirr as-sirr), yang tersembunyi (khafaa) dan yang paling tersembunyi (�akhfa) adalah orang yang memelihara personalitasnya dengan benar serta melakukan upaya pengembangan spiritual dalam tatacara yang semestinya.� Hal ini akan membuatnya mampu mencapai maqam Sultan al-Arifin Abu Yazid at-Tayfur al-Bistami ? - kekasih Allah ? - Mursyid ke-6 dari Rantaian Silsilah Mulia Tarekat Naqsybandi, di mana beliau berkata, �Aku pun adalah Kebenaran (ana al-Haqq). Siapapun yang berhasrat untuk memasuki maqam dari dua Sifat Sang Kebenaran, yaitu Maha Perkasa dan Maha Tinggi, Sifat Kecantikan dan Kemuliaan; selayaknya mengikuti Jalan Allah ?, Tarekat). �


Zikir Khatm Khwajagan
Dalam Tarekat Naqsybandi, latihan spiritual harian dan zikir bersama mingguan yang dikenal sebagai Khatmu'l-Khwajagan (خَتْمُ الخَواجَكانِ) merupakan praktik yang penting yang tidak boleh ditinggalkan oleh murid. Zikir Khatmu'l-Khwajagan dilakukan dengan posisi duduk bersama syekh dalam suatu majelis. Zikir ini dilakukan seminggu sekali, khususnya pada Kamis atau Jumat malam, dua jam sebelum matahari terbenam. Zikir Khatmu'l-Khwajagan terdiri atas dua kategori, yaitu: khatm panjang dan khatm pendek.

Sejarah Zikir Khatm Khwajagan


Syaikh Nazhim al-Haqqani ? berkata, �Allah ??berkata pada Nabi ? pada malam Mi�raj, �Ya Muhammad ?, telah Ku-ciptakan seluruh makhluk demi dirimu, dan Aku berikan semua itu padamu.� Pada saat itu, Allah ??mengaruniakan pada Nabi ? kekuatan untuk melihat semua yang telah Ia ciptakan, dengan semua cahaya dan nur mereka, dan semua kenikmatan yang telah Allah ??karuniakan pada makhluk-Nya dengan menghiasi mereka dengan Atribut-Atribut-Nya dan dengan Cinta dan Keindahan Ilahiah-Nya.

Muhammad ? terkesima dan terpesona karena Allah ??telah memberi beliau suatu hadiah berupa makhluk-makhluk seperti itu. Allah ??berfirman kepada beliau, �Ya Muhammad ?, apakah kau bahagia dengan ciptaan-ciptaan-Ku ini?� Beliau menjawab, �Ya, wahai Tuhanku,� Ia berfirman, �Kuberikan mereka kepadamu sebagai amanah untuk kau jaga, agar kau bertanggung jawab atasnya, dan untuk mengembalikan mereka pada-Ku dalam keadaan seperti saat mereka Kuberikan padamu.� Muhammad ? memandang pada mereka dengan penuh kegembiraan karena mereka begitu berkemilau dengan cahaya-cahaya yang indah, dan beliau berkata, �Wahai Tuhanku, aku terima.� Allah ??berfirman, �Apakah kau terima?� Beliau menjawab, �Kuterima, kuterima.� Dan begitu beliau selesai menjawab untuk ketiga kalinya, Allah ? mengaruniakan beliau suatu kasyf (visi) akan dosa-dosa dan berbagai bentuk kesengsaraan, kegelapan, dan kejahilan di mana mereka akan terjatuh ke dalamnya.

�Saat Muhammad ? melihat hal ini, beliau kaget dan cemas, berpikir bagaimana beliau akan dapat mengembalikan mereka kepada Tuhannya dalam keadaan suci seperti keadaan awalnya. Beliau berkata, �Wahai Tuhanku, apa ini?� Allah ??menjawab, �Wahai kekasih-Ku, inilah tanggung jawabmu. Engkau harus mengembalikan mereka pada-Ku dalam keadaan suci seperti ketika Aku berikan mereka padamu.� Kemudian Muhammad ? berkata, �Wahai Tuhanku, berikan padaku penolong-penolong untuk membantuku membersihkan mereka, untuk mensucikan roh mereka, dan untuk membawa mereka dari kegelapan dan kejahilan menuju maqam pengetahuan, kesalihan, kedamaian, dan cinta.��

�Allah ??kemudian mengaruniakan pada beliau suatu pemandangan (kasyf) di mana Ia memberitahukan pada beliau bahwa di antara seluruh ciptaan itu, Ia telah memilih bagi beliau 7.007 Wali Naqsybandi. Ia berfirman, �Wahai kekasih-Ku, Ya Muhammad, wali-wali ini adalah termasuk wali-wali istimewa yang telah Ku-ciptakan untuk menolongmu menjaga agar ciptaan ini tetap suci. Di antara mereka, terdapat 313 yang memiliki tingkatan tertinggi, maqam paling sempurna di Hadirat Ilahiah. Mereka adalah pewaris rahasia dari 313 rasul-rasul. Kemudian Ku-berikan padamu empat puluh, yang membawa kekuatan yang paling istimewa, dan mereka adalah tonggak-tonggak dari seluruh wali. Mereka akan menjadi guru dan syaikh besar di masa-masa mereka, dan mereka akan menjadi para pewaris dari Rahasia Haqiqat.��

��Di tangan para wali inilah, setiap orang akan disembuhkan dari luka-lukanya, baik luka luar maupun luka dalam. Wali-wali ini akan mampu membawa seluruh umat dan seluruh makhluk ciptaan tanpa ada tanda-tanda kelelahan. Setiap orang di antara mereka adalah Ghawts (Pemberi Syafa�at Tertinggi) di zamannya, yang di bawahnya ada lima orang Qutub (Kutub Spiritual).��

�Nabi ? begitu bahagia dan beliau berkata, �Wahai Tuhanku, berikan lagi bagiku!� Kemudian Allah ??pun menunjukkan padanya 124.000 wali, dan Ia berfirman, �Wali-wali ini adalah pewaris dari 124.000 nabi. Seorang wali adalah seorang pewaris dari seorang nabi. Mereka pun akan di sana membantumu membersihkan umat ini.��

�Ketika Nabi ? sedang naik ke Hadirat Ilahiah, Allah ??membuat beliau untuk mendengar suara seorang manusia. Suara itu adalah suara dari seorang teman dan sahabat terdekatnya, Abu Bakar ash-Shiddiq ?. Nabi ? diperintahkan oleh Allah ??untuk memerintahkan Abu Bakar ash-Shiddiq ??untuk memanggil seluruh wali-wali Naqsybandi: yang 40, yang 313, dan yang 7.007, beserta seluruh pengikut dan murid mereka, dalam bentuk spiritual (roh) mereka, ke Hadirat Ilahiah. Semuanya untuk menerima Cahaya dan Barakahyang istimewa itu.�

�Kemudian Allah ??memerintahkan Nabi ?, yang kemudian memerintahkan Abu Bakar ?, untuk memanggil 124.000 wali dari 40 tarekat lainnya beserta murid-murid mereka untuk diberikan Cahaya di Hadirat Ilahiah. Seluruh syaikh mulai muncul di perkumpulan itu beserta seluruh murid mereka. Allah ??kemudian menyuruh Nabi ? untuk melihat mereka dengan kekuatan dan cahaya Kenabiannya, dan untuk mengangkat mereka semua ke Maqam Shiddiqin, Yang Terpercaya dan Yang Benar. Kemudian Allah ??berfirman kepada Nabi ?, dan Nabi ? pun berkata kepada para wali, �Kalian semua dan seluruh pengikut kalian akan menjadi bintang- gemintang yang berkilauan di antara manusia, untuk menyebarkan cahaya yang telah kuberikan pada kalian di pra-keabadian ke seluruh manusia di permukaan bumi.��

Mawlana Syaikh Nazhim ? berkata, �Itu semua hanyalah satu di antara rahasia-rahasia yang telah dibuka tentang Malam Mi�raj kepada kalbu para wali melalui periwayatan (transmisi) dari Sanad Emas Tarekat Naqsybandi.� Lebih banyak lagi kasyf yang diberikan kepada Nabi ?, tetapi tidak ada izin untuk membukanya.�

Malam itu, Nabi ? diperintah Allah ??untuk melakukan 50 salat dalam sehari. Beliau meringkasnya menjadi lima kali salat dalam sehari atas nasihat Nabi Musa ?. Beliau kembali dari Malam Isra� Mi�raj, dan orang pertama yang mempercayai beliau adalah Abu Bakar ash-Shiddiq ?. Orang-orang kafir, sambil berharap untuk mempermainkan beliau, menanyakan pada beliau untuk melukiskan Yerusalem. Beliau melukiskannya dengan seluruh detailnya, dan orang-orang kafir dipermalukan.

Siksaan atas Nabi ? dan sahabat-sahabat beliau semakin meningkat. Kemudian Allah ??mengirimkan pada beliau, kaum Ansar (Penolong) dari Madinah. Islam telah mulai tersebar pada suku-suku dari oasis kecil ini yang terletak tak jauh dari Makkah. Allah ??memberikan izin-Nya bagi kaum Mukmin untuk berhijrah ke Madinah, rumah dari kaum Ansar. Abu Bakar ? menginginkan untuk berhijrah, tetapi Muhammad ??berkata padanya, �Jangan pergi dulu, tunggulah, dan mungkin kau akan berhijrah bersamaku. Ada suatu kejadian amat penting yang mesti terjadi.�

Nabi ? meninggalkan Makkah di malam hari bersama Abu Bakar ?, dan meninggalkan di belakang beliau �Ali ? untuk berpura-pura berperan sebagai beliau di tempat tidur beliau. Di perjalanan, beliau berhenti untuk bersembunyi di Gua Tsaur. Abu Bakar ? berkata, �Wahai Nabi ?, jangan masuk, aku akan masuk lebih dahulu.� Dalam hatinya, Abu Bakar ??berpikir bahwa mungkin akan ada sesuatu yang berbahaya di dalam dan ia memilih untuk menghadapinya lebih dulu. Abu Bakar ??menemukan sebuah lubang di dalam gua itu. Abu Bakar ??memanggil Nabi ? untuk masuk ke dalam, dan ia sendiri menaruh telapak kakinya di atas lubang itu, menutupinya. Nabi ? masuk dan menaruh kepala sucinya di pangkuan paha Abu Bakar ?. Seekor ular di dalam lubang tadi mulai menggigit kaki Abu Bakar ?. Abu Bakar ??mencoba sekuat tenaga untuk tidak bergerak, sekalipun ia dalam kesakitan yang amat sangat. Air mata mulai menetes dari matanya, dan mengalir melalui pipinya. Setetes air mata itu terjatuh mengenai wajah suci Nabi ?. Saat inilah, sebagaimana disitir dalam Quran, �Ia berkata pada sahabatnya, �Jangan bersedih; sungguh Allah ??beserta kita.�� [9:40]. Abu Bakar ??berkata pada Nabi ?, �Wahai Nabi Allah ?, aku tidak bersedih, tetapi aku dalam kesakitan. Seekor ular tengah menggigit kakiku dan aku khawatir ia akan menggigitmu. Aku menangis karena hatiku terbakar demi dirimu dan demi keselamatanmu.� Nabi ? begitu bahagia dengan jawaban sahabat terkasihnya ini hingga beliau memeluk Abu Bakar ash-Shiddiq ?, menaruh telapak tangan beliau di kalbu Abu Bakar ??dan menuangkan pengetahuan yang telah Allah ??karuniakan pada beliau, ke dalam kalbu Abu Bakar ash-Shiddiq ?. Karena itulah beliau bersabda dalam sebuah hadis, �Apa pun yang telah Allah ??tuangkan dalam kalbuku, aku tuangkan ke dalam kalbu Abu Bakr.�

Grandsyaikh kita Muhammad Nazhim al-Haqqani ? berkata, �Selanjutnya Nabi ? menaruh tangan beliau yang lain ke kaki Abu Bakar ash-Shiddiq ??dan membaca, Bismillahir-Rahman ir-Rahim, dan kaki Abu Bakar ??pun segera sembuh. Kemudian beliau memerintahkan sang ular untuk keluar, dan ular itu pun keluar, menggulung dirinya di depan Nabi ?. Kemudian Nabi ? bersabda kepada ular tersebut, �Tak tahukah engkau bahwa daging seorang Shiddiq diharamkan bagimu? Mengapa engkau memakan daging Sahabatku?� Ular itu menjawab kepada Nabi ? dalam bahasa Arab yang murni dan sempurna, �Wahai Nabi Allah ?, tidakkah semua ciptaan diciptakan demi dirimu dan demi cintamu? Wahai Nabi ?, aku pun mencintaimu. Saat kudengar bahwa Allah ??berfirman bahwa umat terbaik adalah umatmu, aku pun memohon pada-Nya untuk memperpanjang umurku dan mengaruniakan padaku kehormatan untuk dapat tergolong sebagai umatmu dan untuk dapat melihat wajah sucimu. Dan Allah ? mengabulkan harapanku dan kehormatan itu bagiku. Ketika Abu Bakar ??menaruh kakinya di lubang itu, kakinya menghalangi pandanganku. Aku ingin agar ia memindahkan kakinya agar aku dapat melihat dirimu. �Nabi ? bersabda, �Pandanglah diriku sekarang dan penuhi harapanmu.� Ular itu memandang dan memandang; setelah beberapa saat, ia mati. Nabi ? memerintahkan Jinn untuk membawa ular itu pergi dan menguburkannya.�

Mawlana Syaikh Nazhim ? berkata, �Hal-hal ini adalah rahasia-rahasia yang telah diberikan kepada kalbu-kalbu para Wali Naqsybandi.� Beliau melanjutkan ceritanya sebagai berikut, �Kemudian Nabi ? bersabda kepada Abu Bakar ?, �Sebenarnya tak ada keperluan apa pun untuk berhenti di gua ini, kecuali suatu peristiwa yang penting akan terjadi di sini. Suatu Cahaya dari akar suatu Pohon Spiritual yang akan menyebar ke seluruh umat manusia, suatu Cahaya yang datang langsung dari Hadirat Ilahiah, akan muncul di sini. Allah ??telah memerintahkan padaku untuk menyampaikannya padamu dan ke seluruh pengikut Tasawuf Naqsybandi.��

�Jalur transmisi ini tidaklah disebut sebagai Naqsybandi saat itu, tetapi dikenal sebagai anak-anak dari Abu Bakar ash-Shiddiq ?, dan beliau (Abu Bakar ?) dikenal oleh para wali sebagai �Bapak� dari jalur sanad ini.�

�Kemudian Allah ??memerintahkan Nabi ? untuk menyuruh Abu Bakar Ash-Shiddiq ??untuk memanggil seluruh syaikh (guru) dari Sanad Emas yang merupakan pewaris dari Abu Bakar ?. Abu Bakar ??memanggil para grandsyaikh dari Sanad Emas, seluruh dari mereka, dari zamannya hingga ke zaman Al-Mahdi ?. Mereka semua dipanggil lewat roh-roh mereka dari Alam Arwah. Kemudian Abu Bakar ??diperintahkan pula untuk memanggil 7.007 Wali Naqsybandi. Kemudian Nabi ? memanggil 124.000 nabi-nabi. �

�Abu Bakar ash-Shiddiq ?, dengan perintah Nabi ?, memerintahkan setiap grandsyaikh untuk mengumpulkan pengikut-pengikutnya untuk hadir secara spiritual. Kemudian Abu Bakar ash-Shiddiq ? memerintahkan seluruh syaikh untuk mengambil tangan para pengikut mereka untuk menerima bay�at (inisiasi). Abu Bakar ??menaruh tangannya di atas mereka semua, dan kemudian Muhammad ? menaruh tangan beliau di atas mereka semua, dan kemudian Allah ??meletakkan Tangan-Nya, Tangan Kekuasaan (Qudrat), di atas mereka semua. Dan Allah ?, oleh Diri-Nya Sendiri-lah, menaruh di lidah setiap orang yang hadir bacaan zikir-Nya (talqin az-dzikr), dan Ia memerintahkan Nabi ? untuk menyuruh Abu Bakar ash-Shiddiq ??untuk memerintahkan semua wali yang hadir bersama pengikut-pengikut (murid) mereka untuk melafazkan apa yang mereka dengar dari Suara Qudrati:

ALLAHU ALLAHU ALLAHU HAQQ
ALLAHU ALLAHU ALLAHU HAQQ
ALLAHU ALLAHU ALLAHU HAQQ

�Semua mereka yang hadir mengikuti syaikh mereka dan para syaikh itu mengikuti apa yang mereka dengar dari Nabi ? yang juga melafazkan. Kemudian Allah ??mengajarkan rahasia dari zikir, yang dikenal sebagai Khatm-il-Khwajagan, kepada �Abdul Khaliqal-Ghujdawani ?, yang memimpin zikir pertama di antara para wali dari tarekat ini. Nabi ? mengumumkan kepada Abu Bakar ?, yang kemudian mengumumkannya ke seluruh wali, bahwa Abdul Khaliq al-Ghujdawani ? adalah pemimpin dari Khatm-il-Khwajagan. Setiap orang mendapat kehormatan untuk menerima rahasia dan cahaya itu dari Khwaja Abdul Khaliq al-Ghujdawani ?, di hadirat para wali, di hadirat AbuBakar ash-Shiddiq ?, di hadirat Nabi ?, dalam Hadirat Allah ?.�

Mawlana Syaikh Nazhim ? berkata, �Siapa pun yang menerima bay�at (inisiasi) dari kami atau menghadiri Majelis Zikir kami mesti mengetahui bahwa dirinya telah hadir di gua tersebut di saat barakah itu, di Hadirat Nabi ?, dan bahwa ia telah menerima semua rahasia-rahasia ini kemudian. Rahasia-rahasia ini telah disampaikan kepada kami melalui para syaikh dari Sanad Emas, melalui Abu Bakar ash-Shiddiq ?.�

Abu Bakar ash-Shiddiq ?, teramat bahagia dan gembira dengan apa yang terjadi di dalam gua itu, dan beliau kini mengerti mengapa Nabi ? telah memilihnya untuk menjadi teman dalam hijrah beliau. Para Syaikh Naqsybandi menganggap kejadian-kejadian dalam gua tadi sebagai fondasi dari tarekat. Tidak hanya sebagai sumber dari wirid harian, tetapi juga karena roh-roh dari seluruh anggota tarekat ini telah hadir bersama di saat itu.

Setelah kejadian di gua tadi, mereka melanjutkan perjalanan ke Madinah al-Munawwarah. Saat mereka mencapai Quba, suatu desa di dekat Madinah, di hari Senin di bulan Rabi�ul Awwal, mereka berhenti untuk beberapa hari. Di sana Nabi ? membangun masjid pertamanya. Mereka melanjutkan perjalanan mereka di hari Jumat, setelah mendirikan Salat Jumat di Quba. Itu adalah Jama�ah Jumat pertama yang beliau dirikan. Beliau memasuki Madinah bersama sahabat beliau, di tengah-tengah teriakan takbir (ALLAHU AKBAR) dan tahmid (AL-HAMDU LILLAH) dan kegembiraan serta kebahagiaan yang meluap dari setiap orang yang hadir. Beliau bergerak ke arah mana unta beliau akhirnya berhenti, dan di sanalah kemudian beliau membangun masjid beliau dan rumah beliau. Beliau tinggal sebagai seorang tamu di rumah Abu Ayyub Al-Ansari sampai masjid beliau terbangun.

Saat Nabi ? datang ke Madinah, Madinah sedang dipenuhi berbagai wabah. Begitu beliau tiba, seluruh wabah penyakit itu lenyap.



0 komentar: